Teknik-teknik
psikoterapi berdasarkan 3 mahzab besar psikologi
A. PSIKODINAMIKA
Berikut merupakan beberapa teknik
terapi psikodinamika:
1. Asosiasi
bebas
Aturan
utama dari teknik asosiasi bebas adalah klien harus mengatakan segalanya yang
terlintas di pikirannya. Ini bukan merupakan hal yang seperti kedengarannya.
Hal ini mengharuskan klien untuk tidak mensensor atau menyaring pikiran-pikiran
yang jenaka, agresif, memalukan, atau berkaitan dengan hal-hal seksual. Menurut
Freud, jika terapis ingin mengeluarkan klien dari penjara alam
ketidaksadarannya sendiri dan membebaskan klien dari gejala-gejala neurotis dan
perilaku yang tidak diinginkan, maka asosiasi bebas sangatlah penting. Dengan
begitu, klien dan terapis akan mulai menemukan masalah klien yang tersembunyi
jauh di dalam dirinya.
Biasanya,
teknik ini dilakukan dengan psikoanalis yang duduk di belakang klien, dan klien
berbaring pada sofa. Dengan posisi semacam ini, terapis tidak terlihat oleh
klien dan tidak akan menghalangi pemikiran klien. Alasan lain terapis duduk di
belakang klien adalah, klien yang menatap terapis dalam kurun waktu enam jam
atau lebih mungkin akan membuat terapis pusing. Tujuan dari adanya sofa adalah
untuk membantu klien relax dan lebih
mudah mengutarakan pikiran-pikirannya.
2. Analisis
Mimpi
Mimpi
diduga dapat mengungkap sifat dasar dari ketidaksadaran karena mimpi dianggap
memuat banyak sekali keinginan pada ketidaksadaran, walau terkadang tampil
dalam bentuk yang simbolik. Mimpi dianggap sebagai pemenuhan secara simbolik
keinginan-keinginan dalam ketidaksadaran yang biasanya muncul pada masa
kanak-kanak.
Manifest content dari mimpi adalah apa
yang sebenarnya terjadi dalam mimpi. Misalnya, manifest content dari mimpi adalah seseorang menghadapi dua ice cream cone yang besar dan terlihat
lezat. Latent content dari mimpi
adalah makna simbolik dari mimpi tersebut. Misalnya, mimpi tersebut mungkin
memiliki artinya adanya keinginan untuk kepuasan oral atau keinginan untuk kembali ke payudara ibu.
Untuk
memahami latent content dari mimpi,
biasanya klien diminta untuk membuat asosiasi bebas mengenai mimpi sehingga
mendapatkan insight mengenai mimpi
tersebut. Biasanya manifest content adalah
kombinasi dari displacement,
condensation, substitution, symbolization, atau kelemahan logika. Arti
mimpi sesungguhnya akan menjadi jelas dengan cara menganalisis mimpi secara
keseluruhan. Masalahnya adalah klien seringkali mengubah manifest content dari mimpi saat menceritakan pada sesi terapi.
Jika begitu, psikoanalis harus menggali lebih dalam lagi. Selain itu juga ada
beban tambahan pada pertahanan diri klien yang berjuang untuk mendapatkan
pemahaman sesungguhnya mengenai mimpi.
3. Analisis
Resisten
Resistensi
adalah macam-macam perilaku klien yang mencegah pemahaman atau mencegah proses
hadirnya materi ketidaksadaran ke kesadaran. Klien terkadang tidak mau
menghilangkan perilaku yang telah ada meskipun perilaku tersebut telah
menghasilkan stress dan justru
perilaku tersebutlah yang membuat klien merasa membutuhkan pertolongan terapis.
Sebagai contoh, klien pria yang selalu merasa takut terhadap ayahnya atau
merasa dirinya tidak dapat memenuhi keinginan ayahnya mungkin akan menghindari
diskuisi mengenai ayahnya selama proses terapi.
Resistensi
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Klien mungkin akan berbicara
lebih sedikit, akan berhenti sementara, atau akan melaporkan bahwa tidak ada
apapun terlintas di pikirannya. Terkadang klien juga akan mengalihkan
pembicaraan ke topik mengenai diri terapis. Hal ini akan mengecoh pada awalnya
hingga terapis menyadari bahawa hal ini merupakan cara untuk menghindari
masalah sesungguhnya. Bentuk resistensi klien lainnya adalah dengan
menghilangkan atau mensensor beberapa kata, atau telat datang ke tempat terapi.
Resistensi
yang terjadi dalam proses terapi mungkin adalah cerminan mengenai apa yang
terjadi di kehidupan nyata. Tugas terapis adalah untuk menganalisis resisten
dan menyadarkan kien.
4. Analisis
Transferens
Transferens
terjadi saat klien bereaksi atau menanggapi terapis seakan-akan terapis
merupakan sosok penting di masa lalunya dan dapat berupa perasaan positif atau
negatif. Dengan kata lain, konflik masa kecil dihadirkan kembali di ruang
terapi. Positif transferens biasanya merupakan tanda adanya progress dari awal terapi.
Transferens
dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini mungkin dapat dicerminkan
dari komentar mengenai penampilan terapis atau perabotan kantor. Mungkin juga
hal ini dapat tercermin dari komentar langsung berupa kekaguman, kebencian,
cinta, atau kemarahan. Hal terpenting adalah bahwa reaksi ini bukan merupakan
hasil dari kenyataan masa sekarang tetapi merupakan hasil dari pengalaman di
masa kanak-kanak. Pada dasarnya, positif dan negatif transferens merupakan
bentuk dari resisten. Interpretasi akan membantu klien untu memahami perilaku
irasional dan asal muasal dari perasaan transferens.
B. PSIKOLOGI
HUMANISTIK
Berikut merupakan teknik-teknik
terapi aliran psikologi humanistik:
1. Client centered therapy (Carl Rogers)
Menurut
Rogers, psikoterapi adalah proses mengeluarkan kapasitas yang telah ada di diri
individu agar individu menjadi competen, bukan menjadi ahli dalam manipulasi
kepribadian individu menjadi kurang atau lebih pasif. Inilah yang disebut “growth potential” yang merupakan dasar
dari client centered therapy. Untuk
menjamin suksesnya proses terapi ini, Rogers berpendapat bahwa terapis harus
memiliki tiga karakteristik dasar: a. accurate,
empathic understanding, b. unconditional
positive regards, dan c. genuineness
or congruence.
Terapis
dalam teknik terapi ini 75% perkataannya berupa respon yang mengkonfirmasi
kembali perkataan klien, atau berupa refleksi perkataan dari klien. Terapis
tidak memberikan pertanyaan, nasehat, bujukan, tawaran, atau kritikan. Hal ini
dihindari karena akan memberikan kesan bahwa terapis tau hal-hal yang terbaik
bagi diri klien. Kesimpulannya, bagaimanapun client centered therapy poin utamanya adalah membebankan segala
tanggung jawab untuk progress terapi
pada pundak klien dan tidak pada terapis.
2. Terapi
Gestalt
Menurut
Frederick Perls, salah satu tokoh yang sangat dikenal dalam perkembangan
psikologi Gestalt, realitas adalah sekarang, perilaku adalah sekarang, dan
pengalaman adalah sekarang. Untuk mencari jawaban pada masa lalu adalah mencari
solusi untuk sesuatu yang sudah tidak ada lagi. Terapi adalah sekarang dan
harus berfokus dan mendorong klien untuk sadar akan masa sekarang. Kapasitas
seseorang untuk tumbuh hanya dapat disadari dengan cara melawan apapun yang
menghambat individu dengan kesadaran akan masa sekarang.
Teknik-teknik
pada terapi gestalt ini meliputi: a. Nonverbal
behaviour, b. Dreams, c.
Topdog-underdog, d. The defences, e. Responsibility, f. Gestalt games. perhatian terapi gestalt bukan hanya supaya individu
mengembangkan kesadaran akan dirinya, tetapi juga hal-hal yang membuat dirinya
“kalah”. Kesadaran ini dicapai melalui ekspresi dari apa yang individu rasakan
sekarang terhadap kejadian demi kejadian dalam hidupnya. Apapun yang menghambat
progress menuju regulasi diri yang lebih baik harus dirasakan juga pada saat
sekarang, supaya dapat menjadi bagian dari kesadaran.
3. Terapi
Eksistensial
Psikologi
eksistensial menolak pandangan psikoanalisa mengenai mekanisme manusia.
Sebaliknya, psikologi eksistensial menganggap manusia mencari arti dari
kehidupan. Di zaman dimana manusia memiliki banyak masalah besar dan masyarakat
pengguna teknologi yang berusaha menangani masalah keterasingan dengan
lingkungan, eksistensialisme mendapatkan popularitas yang besar. Terapi
psikologi eksistensial terlihat menjanjikan kembalinya arti kehidupan,
kesadaran spiritual, dan pertumbuhan individu yang akan membawa kebebasan. Tujuan
utama dari terapi ini adalah untuk menolong individu untuk mencapai poin dimana
kesadaran dan pembuatan keputusan dapat dilakukan secara bertanggung jawab.
Seringkali
pada terapi ini terapis akan mengkonfrontasi klien dengan pertanyaan-pertanyaan
yang akan mendorong klien untuk menganalisis alasan kegagalan dana pa arti
hidupnya. Sebagai contoh, klien yang terus mengeluh mengenai pekerjaannya yang
kurang menyenangkan akan dikonfrontasi oleh terapis dengan menanyakan mengapa
klien tidak mencari pekerjaan baru atau bersekolah kembali untuk mendapatkan
lebih banyak ilmu.
4. Logotherapy
Logotherapy dikembangkan oleh Victor Frankl. Teknik ini
mendorong klien untuk mencari arti sesungguhnya dari dunia yang kacau, kejam,
dan tidak berarti. Ide untuk mengembangkan terapi ini didapatkan Frankl dari
pengalamannya saat ditangkap oleh pasukan Nazi.
Logotherapy merupakan terapi
yang didesain untuk melengkapi terapi lain. Logotherapy
berjuang untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan kewajiban klien, setelah
arti hidup telah ditemukan. Frankl menanamkan anggapan bahwa tanggung jawab
jauh lebih penting dari kehidupan seseorang di masa lalu. Logotherapy meliputi dua teknik yaitu: a. Paradoxical Intention, teknik populer dimana klien diminta untuk
berusaha menampilkan perilaku atau respon yang merupakan objek dari kecemasan .
b. de-reflection, instruksi kepada
klien untuk mengabaikan gejala atau perilaku yang menimbulkan masalah
C. PSIKOLOGI
BEHAVIORISM
Berikut merupakan teknik-teknik
terapi aliran psikologi behaviourism:
1. Systematic Desensitization
Pada
dasarnya, systematic desensitization
merupakan teknik untuk mengurangi kecemasan yang dikembangkan oleh Salter
(1949) dan Wolpe (1958), yang dikembangkan berdasarkan reciprocal inhibition, yaitu prinsip bahwa individu tidak dapat relax dan cemas dalam satu waktu. Poin
utamanya adalah untuk mengajari klien untuk relax
lalu, saat mereka dalam keadaan relax, ditampilkan
kepada mereka secara bertahap stimulus yang menyebabkan kecemasan, dari tahapan
paling rendah hingga paling tinggi.
Terapi
ini biasanya dimulai dengan mengumpulkan riwayat masalah klien. Lalu kemudian,
terapis menjelaskan masalah kepada klien. Selanjutnya, mulailah relaksasi dan
tampilnya hierarki kecemasan. Saat hierarki stimulus kecemasan ditampilkan,
dimulailah pula relaksasi. Teknik relaksasi yang digunakan adalah metode relaksasi
Jacobson (1938). Hierarki kecemasan biasanya berisi 20-25 item dengan interval
dari paling rendah ke paling ekstrim.
2. Exposure Therapy
Dasar Exposure Therapy adalag studi yang dilakukan oleh Masserman
mengenai avoidance behaviour pada
kucing. Penelitian Masserman meliputi mendorong perilaku neurotis pada kucing
dibawah berbagai macam kondisi. Masserman menemukan bahwa avoidance behaviour pada kucing dapat dihilangkan bila kucing
tersebut dipaksa untuk bertahan pada situasi yang sebelumnya mengagetkannya dan
menimbulkan ketakutan.
Pada
Exposure Therapy, klien berhadapan
dengan stimulus yang sebelumnya menakutkan dan dihindari. Eksposur dapat berupa
objek atau situasi nyata (in vivo)
atau fantasi (in imagino). Versi yang
lebih baru dari test ini adalah klien diminta untuk membayangkan dirinya
berhadapan dengan stimulus yang ditakuti, atau pada situasi yang dihindari dan
menimbulkan kecemasan.
3. Behavioral Rehearsal
Teknik
ini bertujuan untuk memperluas coping
behaviors dan mempelajarinya melalui latihan sandiwara. Tahap satu dari
teknik ini meliputi persiapan klien dengan cara menjelasakan kepada pasien
perlunya menghasilkan perilaku baru, membuat pasien menerima behavioural rehearsal sebagai cara yang
berguna, dan mengurangi kecemasan dari role-playing.
Tahap kedua meliputi pemilihan situasi target. Pada poin ini, terapis akan
menggambarkan hierarki dari role-playing.
Sedangkan pada tahap ketiga, perilaku dilatihkan. Melalui hierarki yang
telah direncanakan, klien memainkan peran yang telah ditentukan, terapis
bertindak sebagai pelatih dan pemberi komentar dan masukan terhadap penampilan
klien. Tahap akhirnya adalah pemanfaatan sesungguhnya dari keterampilan
perilaku klien yang baru pada kehidupan nyata.
4. Contingency Management
Teknik
ini merupakan variasi dari operant
conditioning dari Skinner. Tujuannya adalah untuk mengontrol perilaku
dengan memanipulasi konsekuensinya. Teknik ini biasanya digunakan untuk
anak-anak dan remaja.
Tahapan
dari terapi ini meliputi: a. Shaping:
perilaku yang diinginkan dikembangkan dengan memberikan reward terhadap perilaku apapun yang mendekati perilaku tersebut.
Secara bertahap, melalui penguatan selektif, perilaku semakin mirip dengan yang
diinginkan. b. Time-out: Perilaku
tidak diinginkan dihilangkan dengan menyingkirkan klien sementara dari situasi
yang memperkuat perilaku tersebut, c. Contingency
contracting: Kesepakatan formal antara terapis dank lien, d. “Grandma’s rule”: Perilaku yang
diinginkan diperkuat dengan memberikan individu hak istimewa.
Variasi
lain dari terapi ini adalah token
economy. Token economy adalah terapi untuk memperkuat perilaku dengan
memberikan penguatan berupa koin atau poin yang jika mencapai jumlah tertentu
dapat ditukarkan dengan hak istimewa atau barang tertentu. Teknik ini dapat
digunakan pada individu dewasa maupun muda yang mengalami keterbelakangan
mental atau gangguan jiwa kronis.
5. Aversion Therapy
Aversion Therapy merupakan salah satu
teknik terapi yang paling kontroversial. Sebenarnya ini bukan merupakan terapi
tunggal namun merupakan rangkaian prosedur yang berbeda yang diaplikasikan pada
perilaku yang dianggap tidak diinginkan. Aplikasi ini didasarkan pada prinsip
sederhana bahwa biasanya saat respon diikuti oleh konsekuensi tidak mengenakkan
(misalnya pukulan atau hukuman), akan perlahan-lahan menghilang.
Agent Aversion Therapy yang paling sering digunakan adalah stimulasi
obat dan kejutan listrik. Kejutan listrik sering digunakan untuk terapi alcoholism. Selain hal-hal tersebut,
agen-agen lain adalah menahan nafas kllien, menyudut dengan rokok, menghadirkan
bau tidak enak, dan dipermalukan.
Pada
tahun 1967, Cautela mengembangkan prosedur yang dinamakan covert sensitization yang menggunakan hukuman berupa imajinasi
daripada hukuman nyata.
SUMBER: Prinstein,
M. J., & Trull, T. J. (2013). Clinical
psychology eighth edition. California: Cengage Learning