Thursday, March 30, 2017

PSIKOTERAPI

Teknik-teknik psikoterapi berdasarkan 3 mahzab besar psikologi


A.      PSIKODINAMIKA

Berikut merupakan beberapa teknik terapi psikodinamika:
1.       Asosiasi bebas


                Aturan utama dari teknik asosiasi bebas adalah klien harus mengatakan segalanya yang terlintas di pikirannya. Ini bukan merupakan hal yang seperti kedengarannya. Hal ini mengharuskan klien untuk tidak mensensor atau menyaring pikiran-pikiran yang jenaka, agresif, memalukan, atau berkaitan dengan hal-hal seksual. Menurut Freud, jika terapis ingin mengeluarkan klien dari penjara alam ketidaksadarannya sendiri dan membebaskan klien dari gejala-gejala neurotis dan perilaku yang tidak diinginkan, maka asosiasi bebas sangatlah penting. Dengan begitu, klien dan terapis akan mulai menemukan masalah klien yang tersembunyi jauh di dalam dirinya.
                Biasanya, teknik ini dilakukan dengan psikoanalis yang duduk di belakang klien, dan klien berbaring pada sofa. Dengan posisi semacam ini, terapis tidak terlihat oleh klien dan tidak akan menghalangi pemikiran klien. Alasan lain terapis duduk di belakang klien adalah, klien yang menatap terapis dalam kurun waktu enam jam atau lebih mungkin akan membuat terapis pusing. Tujuan dari adanya sofa adalah untuk membantu klien relax dan lebih mudah mengutarakan pikiran-pikirannya.

2.       Analisis Mimpi
                Mimpi diduga dapat mengungkap sifat dasar dari ketidaksadaran karena mimpi dianggap memuat banyak sekali keinginan pada ketidaksadaran, walau terkadang tampil dalam bentuk yang simbolik. Mimpi dianggap sebagai pemenuhan secara simbolik keinginan-keinginan dalam ketidaksadaran yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak.
                Manifest content dari mimpi adalah apa yang sebenarnya terjadi dalam mimpi. Misalnya, manifest content dari mimpi adalah seseorang menghadapi dua ice cream cone yang besar dan terlihat lezat. Latent content dari mimpi adalah makna simbolik dari mimpi tersebut. Misalnya, mimpi tersebut mungkin memiliki artinya adanya keinginan untuk kepuasan oral atau keinginan untuk kembali ke payudara ibu.
                Untuk memahami latent content dari mimpi, biasanya klien diminta untuk membuat asosiasi bebas mengenai mimpi sehingga mendapatkan insight mengenai mimpi tersebut. Biasanya manifest content adalah kombinasi dari displacement, condensation, substitution, symbolization, atau kelemahan logika. Arti mimpi sesungguhnya akan menjadi jelas dengan cara menganalisis mimpi secara keseluruhan. Masalahnya adalah klien seringkali mengubah manifest content dari mimpi saat menceritakan pada sesi terapi. Jika begitu, psikoanalis harus menggali lebih dalam lagi. Selain itu juga ada beban tambahan pada pertahanan diri klien yang berjuang untuk mendapatkan pemahaman sesungguhnya mengenai mimpi.

3.       Analisis Resisten
                Resistensi adalah macam-macam perilaku klien yang mencegah pemahaman atau mencegah proses hadirnya materi ketidaksadaran ke kesadaran. Klien terkadang tidak mau menghilangkan perilaku yang telah ada meskipun perilaku tersebut telah menghasilkan stress dan justru perilaku tersebutlah yang membuat klien merasa membutuhkan pertolongan terapis. Sebagai contoh, klien pria yang selalu merasa takut terhadap ayahnya atau merasa dirinya tidak dapat memenuhi keinginan ayahnya mungkin akan menghindari diskuisi mengenai ayahnya selama proses terapi.
                Resistensi mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Klien mungkin akan berbicara lebih sedikit, akan berhenti sementara, atau akan melaporkan bahwa tidak ada apapun terlintas di pikirannya. Terkadang klien juga akan mengalihkan pembicaraan ke topik mengenai diri terapis. Hal ini akan mengecoh pada awalnya hingga terapis menyadari bahawa hal ini merupakan cara untuk menghindari masalah sesungguhnya. Bentuk resistensi klien lainnya adalah dengan menghilangkan atau mensensor beberapa kata, atau telat datang ke tempat terapi.
                Resistensi yang terjadi dalam proses terapi mungkin adalah cerminan mengenai apa yang terjadi di kehidupan nyata. Tugas terapis adalah untuk menganalisis resisten dan menyadarkan kien.

4.       Analisis Transferens
                Transferens terjadi saat klien bereaksi atau menanggapi terapis seakan-akan terapis merupakan sosok penting di masa lalunya dan dapat berupa perasaan positif atau negatif. Dengan kata lain, konflik masa kecil dihadirkan kembali di ruang terapi. Positif transferens biasanya merupakan tanda adanya progress dari awal terapi.
                Transferens dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini mungkin dapat dicerminkan dari komentar mengenai penampilan terapis atau perabotan kantor. Mungkin juga hal ini dapat tercermin dari komentar langsung berupa kekaguman, kebencian, cinta, atau kemarahan. Hal terpenting adalah bahwa reaksi ini bukan merupakan hasil dari kenyataan masa sekarang tetapi merupakan hasil dari pengalaman di masa kanak-kanak. Pada dasarnya, positif dan negatif transferens merupakan bentuk dari resisten. Interpretasi akan membantu klien untu memahami perilaku irasional dan asal muasal dari perasaan transferens.

B.      PSIKOLOGI HUMANISTIK

Berikut merupakan teknik-teknik terapi aliran psikologi humanistik:
1.       Client centered therapy (Carl Rogers)
                Menurut Rogers, psikoterapi adalah proses mengeluarkan kapasitas yang telah ada di diri individu agar individu menjadi competen, bukan menjadi ahli dalam manipulasi kepribadian individu menjadi kurang atau lebih pasif. Inilah yang disebut “growth potential” yang merupakan dasar dari client centered therapy. Untuk menjamin suksesnya proses terapi ini, Rogers berpendapat bahwa terapis harus memiliki tiga karakteristik dasar: a. accurate, empathic understanding, b. unconditional positive regards, dan c. genuineness or congruence.
                Terapis dalam teknik terapi ini 75% perkataannya berupa respon yang mengkonfirmasi kembali perkataan klien, atau berupa refleksi perkataan dari klien. Terapis tidak memberikan pertanyaan, nasehat, bujukan, tawaran, atau kritikan. Hal ini dihindari karena akan memberikan kesan bahwa terapis tau hal-hal yang terbaik bagi diri klien. Kesimpulannya, bagaimanapun client centered therapy poin utamanya adalah membebankan segala tanggung jawab untuk progress terapi pada pundak klien dan tidak pada terapis.

2.       Terapi Gestalt   
                Menurut Frederick Perls, salah satu tokoh yang sangat dikenal dalam perkembangan psikologi Gestalt, realitas adalah sekarang, perilaku adalah sekarang, dan pengalaman adalah sekarang. Untuk mencari jawaban pada masa lalu adalah mencari solusi untuk sesuatu yang sudah tidak ada lagi. Terapi adalah sekarang dan harus berfokus dan mendorong klien untuk sadar akan masa sekarang. Kapasitas seseorang untuk tumbuh hanya dapat disadari dengan cara melawan apapun yang menghambat individu dengan kesadaran akan masa sekarang.
                Teknik-teknik pada terapi gestalt ini meliputi: a. Nonverbal behaviour, b. Dreams, c. Topdog-underdog, d. The defences, e. Responsibility, f. Gestalt games. perhatian terapi gestalt bukan hanya supaya individu mengembangkan kesadaran akan dirinya, tetapi juga hal-hal yang membuat dirinya “kalah”. Kesadaran ini dicapai melalui ekspresi dari apa yang individu rasakan sekarang terhadap kejadian demi kejadian dalam hidupnya. Apapun yang menghambat progress menuju regulasi diri yang lebih baik harus dirasakan juga pada saat sekarang, supaya dapat menjadi bagian dari kesadaran.

3.       Terapi Eksistensial
                Psikologi eksistensial menolak pandangan psikoanalisa mengenai mekanisme manusia. Sebaliknya, psikologi eksistensial menganggap manusia mencari arti dari kehidupan. Di zaman dimana manusia memiliki banyak masalah besar dan masyarakat pengguna teknologi yang berusaha menangani masalah keterasingan dengan lingkungan, eksistensialisme mendapatkan popularitas yang besar. Terapi psikologi eksistensial terlihat menjanjikan kembalinya arti kehidupan, kesadaran spiritual, dan pertumbuhan individu yang akan membawa kebebasan. Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk menolong individu untuk mencapai poin dimana kesadaran dan pembuatan keputusan dapat dilakukan secara bertanggung jawab.
                Seringkali pada terapi ini terapis akan mengkonfrontasi klien dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan mendorong klien untuk menganalisis alasan kegagalan dana pa arti hidupnya. Sebagai contoh, klien yang terus mengeluh mengenai pekerjaannya yang kurang menyenangkan akan dikonfrontasi oleh terapis dengan menanyakan mengapa klien tidak mencari pekerjaan baru atau bersekolah kembali untuk mendapatkan lebih banyak ilmu.

4.       Logotherapy
                Logotherapy  dikembangkan oleh Victor Frankl. Teknik ini mendorong klien untuk mencari arti sesungguhnya dari dunia yang kacau, kejam, dan tidak berarti. Ide untuk mengembangkan terapi ini didapatkan Frankl dari pengalamannya saat ditangkap oleh pasukan Nazi.
                Logotherapy merupakan terapi yang didesain untuk melengkapi terapi lain. Logotherapy berjuang untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan kewajiban klien, setelah arti hidup telah ditemukan. Frankl menanamkan anggapan bahwa tanggung jawab jauh lebih penting dari kehidupan seseorang di masa lalu. Logotherapy meliputi dua teknik yaitu: a. Paradoxical Intention, teknik populer dimana klien diminta untuk berusaha menampilkan perilaku atau respon yang merupakan objek dari kecemasan . b. de-reflection, instruksi kepada klien untuk mengabaikan gejala atau perilaku yang menimbulkan masalah

C.      PSIKOLOGI BEHAVIORISM

Berikut merupakan teknik-teknik terapi aliran psikologi behaviourism:
1.       Systematic Desensitization
        Pada dasarnya, systematic desensitization merupakan teknik untuk mengurangi kecemasan yang dikembangkan oleh Salter (1949) dan Wolpe (1958), yang dikembangkan berdasarkan reciprocal inhibition, yaitu prinsip bahwa individu tidak dapat relax dan cemas dalam satu waktu. Poin utamanya adalah untuk mengajari klien untuk relax lalu, saat mereka dalam keadaan relax, ditampilkan kepada mereka secara bertahap stimulus yang menyebabkan kecemasan, dari tahapan paling rendah hingga paling tinggi.
        Terapi ini biasanya dimulai dengan mengumpulkan riwayat masalah klien. Lalu kemudian, terapis menjelaskan masalah kepada klien. Selanjutnya, mulailah relaksasi dan tampilnya hierarki kecemasan. Saat hierarki stimulus kecemasan ditampilkan, dimulailah pula relaksasi. Teknik relaksasi yang digunakan adalah metode relaksasi Jacobson (1938). Hierarki kecemasan biasanya berisi 20-25 item dengan interval dari paling rendah ke paling ekstrim.

2.       Exposure Therapy
        Dasar Exposure Therapy adalag studi yang dilakukan oleh Masserman mengenai avoidance behaviour pada kucing. Penelitian Masserman meliputi mendorong perilaku neurotis pada kucing dibawah berbagai macam kondisi. Masserman menemukan bahwa avoidance behaviour pada kucing dapat dihilangkan bila kucing tersebut dipaksa untuk bertahan pada situasi yang sebelumnya mengagetkannya dan menimbulkan ketakutan.
        Pada Exposure Therapy, klien berhadapan dengan stimulus yang sebelumnya menakutkan dan dihindari. Eksposur dapat berupa objek atau situasi nyata (in vivo) atau fantasi (in imagino). Versi yang lebih baru dari test ini adalah klien diminta untuk membayangkan dirinya berhadapan dengan stimulus yang ditakuti, atau pada situasi yang dihindari dan menimbulkan kecemasan.

3.       Behavioral Rehearsal
        Teknik ini bertujuan untuk memperluas coping behaviors dan mempelajarinya melalui latihan sandiwara. Tahap satu dari teknik ini meliputi persiapan klien dengan cara menjelasakan kepada pasien perlunya menghasilkan perilaku baru, membuat pasien menerima behavioural rehearsal sebagai cara yang berguna, dan mengurangi kecemasan dari role-playing. Tahap kedua meliputi pemilihan situasi target. Pada poin ini, terapis akan menggambarkan hierarki dari role-playing. Sedangkan pada tahap ketiga, perilaku dilatihkan. Melalui hierarki yang telah direncanakan, klien memainkan peran yang telah ditentukan, terapis bertindak sebagai pelatih dan pemberi komentar dan masukan terhadap penampilan klien. Tahap akhirnya adalah pemanfaatan sesungguhnya dari keterampilan perilaku klien yang baru pada kehidupan nyata.

4.       Contingency Management
        Teknik ini merupakan variasi dari operant conditioning dari Skinner. Tujuannya adalah untuk mengontrol perilaku dengan memanipulasi konsekuensinya. Teknik ini biasanya digunakan untuk anak-anak dan remaja.
        Tahapan dari terapi ini meliputi: a. Shaping: perilaku yang diinginkan dikembangkan dengan memberikan reward terhadap perilaku apapun yang mendekati perilaku tersebut. Secara bertahap, melalui penguatan selektif, perilaku semakin mirip dengan yang diinginkan. b. Time-out: Perilaku tidak diinginkan dihilangkan dengan menyingkirkan klien sementara dari situasi yang memperkuat perilaku tersebut, c. Contingency contracting: Kesepakatan formal antara terapis dank lien, d. “Grandma’s rule”: Perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberikan individu hak istimewa.
        Variasi lain dari terapi ini adalah token economy. Token economy adalah terapi untuk memperkuat perilaku dengan memberikan penguatan berupa koin atau poin yang jika mencapai jumlah tertentu dapat ditukarkan dengan hak istimewa atau barang tertentu. Teknik ini dapat digunakan pada individu dewasa maupun muda yang mengalami keterbelakangan mental atau gangguan jiwa kronis.

5.       Aversion Therapy
        Aversion Therapy merupakan salah satu teknik terapi yang paling kontroversial. Sebenarnya ini bukan merupakan terapi tunggal namun merupakan rangkaian prosedur yang berbeda yang diaplikasikan pada perilaku yang dianggap tidak diinginkan. Aplikasi ini didasarkan pada prinsip sederhana bahwa biasanya saat respon diikuti oleh konsekuensi tidak mengenakkan (misalnya pukulan atau hukuman), akan perlahan-lahan menghilang.
        Agent Aversion Therapy yang paling sering digunakan adalah stimulasi obat dan kejutan listrik. Kejutan listrik sering digunakan untuk terapi alcoholism. Selain hal-hal tersebut, agen-agen lain adalah menahan nafas kllien, menyudut dengan rokok, menghadirkan bau tidak enak, dan dipermalukan.
        Pada tahun 1967, Cautela mengembangkan prosedur yang dinamakan covert sensitization yang menggunakan hukuman berupa imajinasi daripada hukuman nyata.


SUMBER: Prinstein, M. J., & Trull, T. J. (2013). Clinical psychology eighth edition. California: Cengage Learning