Saturday, July 15, 2017

Peran Psikoterapi Dalam Kehidupan Masyarakat

              Psikoterapi terbukti dapat membantu mengobati banyak masalah psikologis. Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 75% pasien yang sangat tertolong dengan menjalani psikoterapi.
Metode ini juga sangat membantu mereka yang sedang mengalami krisis atau perubahan hidup yang tidak diinginkan. Peran dari psikoterapi meliputi:

1. Membantu pasien untuk lebih memahami diri sendiri termasuk nilai dan tujuan hidup mereka:
Psikoterapi tidak hanya bertujuan untuk mengobati gangguan jiwa pasien. Tujuan psikoterapi yaang lebih penting adalah agar pasien dapat menyelesaikan masalahnya sendiri di kemudian hari. Hal ini dapat dicapai jika pasien memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai dirinya.

2. Mengajari pasien untuk memiliki keterampilan dalam hidup yang sangat penting agar dapat meningkatkan hubungan pribadi mereka:
Psikoterapi selain berfungsi untuk mengobati gangguan jiwa juga berfungsi untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Saalah satu keterampilan yang paling penting daalam kehidupan yang baik adalah ketreraampilan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Menolong pasien untuk menemukan solusi yang dapat menangani masalah mereka:
Seperti yang telah dijelaskan di poin pertama, psikoterapi yang baik seharusnya berfungsi untuk mengembangkan pasien menjadi individu yang lebih memahami dirinya sendiri sehingga dapat menangani masalahnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain.

4. Menolong pasien untuk mengerti masalah mereka dan memahaminya dari sudut pandang yang berbeda:
Selain memahami dan menyelesaikan masalah pada diri sendiri, psikoterapi yang baik juga berfungsi agar pasien dapat menjalin hubungan yang lebiuh baik dengan orang lain. Dengan begitu, saat terjadi perselisihan atau masalah, pasien dapat menempatkan dirinya seebagai orang lain tersebut dan dapat memahaminya dari sudut pandang orang lain.

SUMBER: https://googleweblight.com/lite_url=https://www.docdoc.com/id/info/procedure/psikoterapi&ei=t7CsynQa&lc=id-ID&s=1&m=236&host=www.google.co.id&ts=1500099222&sig=ALNZjWklPq9OrRZU4d_3lfySnRM28BzGlw

ANALISIS VIDEO TERAPI ASOSIASI BEBAS


Video tersebut memperlihatkan teknik terapi asosiasi bebas yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. 
Dalam video tersebut, terlihat seorang klien wanita yang berbaring di sofa dan terapis yang duduk sejajar dengan kepala klien, sehingga klien dan terapis 
tidak bertatap-tatapan dalam proses terapis. Dalam proses terapi tersebut, pada awalnya terapis bertanya kepada klien yang bernama Olivia mengenai masalahnya 
dengan suaminya, yaitu kesulitan untuk memiliki anak. Terapis bertanya apakah Olivia telah bertanya kepada suaminya mengenai perasaannya yang sedih dan 
merasa kesepian dalam hubungannya dengan suaminya. Selanjutnya Olivia menjelaskan bahwa ternyata setelah memeriksakan diri ke dokter, suaminya lah yang ternyata 
memiliki masalah kesehatan sehingga mereka tidak mampu memiliki keturunan. Olivia menyatakan bahwa dirinya menerima hal tersebut dan masih mencintai suaminya. 

Namun, suaminya bersikap sangat menjauh. Ia menjelaskan bahwa suaminya tidak mau makan bersama dengannya di satu meja, sering pulang kerja terlambat dan tidak memberi
 kabar kepada dirinya. Suami Olivia juga lebih sering tidur di sofa dari pada bersama dirinya. Olivia juga menceritakan bahwa dirinya telah berusaha berbicara kepada
 suaminya bahwa kenyataan ini akan mereka hadapi bersama-sama dan Olivia tidak menyalahkan suaminya walaupun dia merasa sangat depresi dan sangat ingin memiliki 
seorang anak. Olivia juga menjelaskan hal ini membuatnya kesulitan untuk tidur dan saat dia tertidur dia bermimpi hal yang sama berulang kali. 

Terapis bertanya apa yang ada dalam mimpinya tersebut. Olivia lalu menjelaskan bahwa ia bermimpi sedang berada di taman yang indah, disertai suara burung berkicau, 
dan sinar matahari terang. Di taman itu Olivia mendorong kereta bayi dan dirinya bersantai namun kemudian ada seorang wanita yang berteriak bahwa dirinya gila. 
Lama kelamaan semakin banyak orang yang berteriak kepada Olivia dan mengatakan dirinya gila dan ada seorang pria yang ada di sisi jalan yang melihatnya sambil 
menggelengkan kepada. Selanjutnya ada seorang bapak yang memberhentikan Olivia dan melihat ke dalam kereta bayi. Olivia pun ikut melihat dan ternyata di dalamnya
 tidak ada seorang bayi namun hanyalah boneka bayi. Olivia merasa bingung apakah mimpi ini dikarenakan dirinya yang sangat ingin memiliki anak, apakah karena dirinya
 merasa telah gagal membahagiakan suaminya, atau justru karena suaminya yang merasa telah gagal, yang direpresentasikan pada mimpinya sebagai pria di sisi jalan yang
 menggeleng-gelengkan kepalanya. Boneka bayi dalam mimpi Olivia dianggapnya sebagai representasi dari keinginannya untuk memiliki bayi yang sulit tercapai. 

Olivia juga menceritakan bahwa keluarganya telah berusaha membantu dengan berbicara dengan suaminya dan mengusulkan untuk mengadopsi seorang bayi. 
Namun, suaminya tidak mau karena suami Olivia juga menginginkan anak kandung seperti dirinya. Olivia menduga bahwa suaminya mungkin depresi. 
Terapis menyatakan bahwa mungkin saja mimpi yang dialami oleh Olivia adalah hasil dari ketakutannya akan banyak hal karena tidak dapat memiliki anak.
 Olivia menjelaskan bahwa wanita yang ada dalam mimpinya mungkin merepresentasikan  ketakutannya bahwa wanita-wanita lainnya akan mencemooh dan membicarakannya
 dibelakangnya karena tidak bisa memiliki anak. Olivia  merasa dirinya ditolak oleh banyak orang dan merasa sangat kesepian.

Terapis selanjutnya menyampaikan bahwa langkah yang baik Olivia mau menceritakan mimpi buruknya. 
Terapis juga menganjurkan untuk sesi berikutnya Olivia dapat mengajak suaminya untuk datang dan mengikuti sesi terapi. 
Dengan begitu diharapkan suami Olivia dapat mengutarakan perasaannya seperti yang Olivia lakukan dan dapat mencari jalan keluar terbaik untuk mereka berdua.  

TEKNIK TERAPI ASOSIASI BEBAS


Teknik Asosiasi Bebas merupakan teknik terapi yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, yang dikenal sebagai bapak Psikoanalisa. Sebelum adanya teknik ini, teknik psikoterapi yang sangat populer adalah hipnotis. Dalam proses hipnotis, klien yang dibawah pengaruh hipnotis akan membawa ingatan tidak sadarnya ke alam sadar. Hal ini akan menjadi berbahaya ketika setelah proses selesai terapis tidak mampu untuk mengembalikan kembali ingatan tidak sadar tersebut ke alam tidak sadar. Hal inilah yang mendorong Sigmund Freud untuk menciptakan teknik terapi baru tanpa mengungkap ingatan-ingatan yang sudah direpresi oleh klien ke alam tidak sadar dengan susah payah. Dengan demikian, Sigmund Freud menciptakan teknik terapi asosiasi bebas. 

Dalam teknik terapi ini, pasien diminta untuk mengutarakan apapun yang muncul dalam benaknya, tanpa memandang dan berpikir terlebih dahulu apakah pikiran tersebut ada atau tidak ada hubungannya satu sama lain ataupun menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi bebas adalah untuk sampai ke alam tidak sadar dengan cara mulai dari ide yang disadari saat ini, menelusurinya melalui serangkaian asosiasi, dan mengikuti kemana ide ini pergi. Proses ini tidak mudah dilakukan dan tidak sedikit yang gagal dalam menjalani proses ini. Biasanya, proses ini dilakukan dengan klien berbaring di sofa sedangkan terapis duduk sejajar dengan posisi kepala klien, sehingga klien dan terapis tidak bertatap muka. Hal ini agar klien lebih relax dan bebas dalam menceritakan masalahnya. Posisi ini juga membantu terapis karena asosiasi bebas dapat dilakukan dalam waktu yang sangat lama, dengan posisi ini mata terapis tidak akan lelah terus menerus menatap ke arah klien.

Sumber: Feist & Feist. (2008). Theory of Personality. New York: Mc GrawHill Education

Thursday, March 30, 2017

PSIKOTERAPI

Teknik-teknik psikoterapi berdasarkan 3 mahzab besar psikologi


A.      PSIKODINAMIKA

Berikut merupakan beberapa teknik terapi psikodinamika:
1.       Asosiasi bebas


                Aturan utama dari teknik asosiasi bebas adalah klien harus mengatakan segalanya yang terlintas di pikirannya. Ini bukan merupakan hal yang seperti kedengarannya. Hal ini mengharuskan klien untuk tidak mensensor atau menyaring pikiran-pikiran yang jenaka, agresif, memalukan, atau berkaitan dengan hal-hal seksual. Menurut Freud, jika terapis ingin mengeluarkan klien dari penjara alam ketidaksadarannya sendiri dan membebaskan klien dari gejala-gejala neurotis dan perilaku yang tidak diinginkan, maka asosiasi bebas sangatlah penting. Dengan begitu, klien dan terapis akan mulai menemukan masalah klien yang tersembunyi jauh di dalam dirinya.
                Biasanya, teknik ini dilakukan dengan psikoanalis yang duduk di belakang klien, dan klien berbaring pada sofa. Dengan posisi semacam ini, terapis tidak terlihat oleh klien dan tidak akan menghalangi pemikiran klien. Alasan lain terapis duduk di belakang klien adalah, klien yang menatap terapis dalam kurun waktu enam jam atau lebih mungkin akan membuat terapis pusing. Tujuan dari adanya sofa adalah untuk membantu klien relax dan lebih mudah mengutarakan pikiran-pikirannya.

2.       Analisis Mimpi
                Mimpi diduga dapat mengungkap sifat dasar dari ketidaksadaran karena mimpi dianggap memuat banyak sekali keinginan pada ketidaksadaran, walau terkadang tampil dalam bentuk yang simbolik. Mimpi dianggap sebagai pemenuhan secara simbolik keinginan-keinginan dalam ketidaksadaran yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak.
                Manifest content dari mimpi adalah apa yang sebenarnya terjadi dalam mimpi. Misalnya, manifest content dari mimpi adalah seseorang menghadapi dua ice cream cone yang besar dan terlihat lezat. Latent content dari mimpi adalah makna simbolik dari mimpi tersebut. Misalnya, mimpi tersebut mungkin memiliki artinya adanya keinginan untuk kepuasan oral atau keinginan untuk kembali ke payudara ibu.
                Untuk memahami latent content dari mimpi, biasanya klien diminta untuk membuat asosiasi bebas mengenai mimpi sehingga mendapatkan insight mengenai mimpi tersebut. Biasanya manifest content adalah kombinasi dari displacement, condensation, substitution, symbolization, atau kelemahan logika. Arti mimpi sesungguhnya akan menjadi jelas dengan cara menganalisis mimpi secara keseluruhan. Masalahnya adalah klien seringkali mengubah manifest content dari mimpi saat menceritakan pada sesi terapi. Jika begitu, psikoanalis harus menggali lebih dalam lagi. Selain itu juga ada beban tambahan pada pertahanan diri klien yang berjuang untuk mendapatkan pemahaman sesungguhnya mengenai mimpi.

3.       Analisis Resisten
                Resistensi adalah macam-macam perilaku klien yang mencegah pemahaman atau mencegah proses hadirnya materi ketidaksadaran ke kesadaran. Klien terkadang tidak mau menghilangkan perilaku yang telah ada meskipun perilaku tersebut telah menghasilkan stress dan justru perilaku tersebutlah yang membuat klien merasa membutuhkan pertolongan terapis. Sebagai contoh, klien pria yang selalu merasa takut terhadap ayahnya atau merasa dirinya tidak dapat memenuhi keinginan ayahnya mungkin akan menghindari diskuisi mengenai ayahnya selama proses terapi.
                Resistensi mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Klien mungkin akan berbicara lebih sedikit, akan berhenti sementara, atau akan melaporkan bahwa tidak ada apapun terlintas di pikirannya. Terkadang klien juga akan mengalihkan pembicaraan ke topik mengenai diri terapis. Hal ini akan mengecoh pada awalnya hingga terapis menyadari bahawa hal ini merupakan cara untuk menghindari masalah sesungguhnya. Bentuk resistensi klien lainnya adalah dengan menghilangkan atau mensensor beberapa kata, atau telat datang ke tempat terapi.
                Resistensi yang terjadi dalam proses terapi mungkin adalah cerminan mengenai apa yang terjadi di kehidupan nyata. Tugas terapis adalah untuk menganalisis resisten dan menyadarkan kien.

4.       Analisis Transferens
                Transferens terjadi saat klien bereaksi atau menanggapi terapis seakan-akan terapis merupakan sosok penting di masa lalunya dan dapat berupa perasaan positif atau negatif. Dengan kata lain, konflik masa kecil dihadirkan kembali di ruang terapi. Positif transferens biasanya merupakan tanda adanya progress dari awal terapi.
                Transferens dapat terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal ini mungkin dapat dicerminkan dari komentar mengenai penampilan terapis atau perabotan kantor. Mungkin juga hal ini dapat tercermin dari komentar langsung berupa kekaguman, kebencian, cinta, atau kemarahan. Hal terpenting adalah bahwa reaksi ini bukan merupakan hasil dari kenyataan masa sekarang tetapi merupakan hasil dari pengalaman di masa kanak-kanak. Pada dasarnya, positif dan negatif transferens merupakan bentuk dari resisten. Interpretasi akan membantu klien untu memahami perilaku irasional dan asal muasal dari perasaan transferens.

B.      PSIKOLOGI HUMANISTIK

Berikut merupakan teknik-teknik terapi aliran psikologi humanistik:
1.       Client centered therapy (Carl Rogers)
                Menurut Rogers, psikoterapi adalah proses mengeluarkan kapasitas yang telah ada di diri individu agar individu menjadi competen, bukan menjadi ahli dalam manipulasi kepribadian individu menjadi kurang atau lebih pasif. Inilah yang disebut “growth potential” yang merupakan dasar dari client centered therapy. Untuk menjamin suksesnya proses terapi ini, Rogers berpendapat bahwa terapis harus memiliki tiga karakteristik dasar: a. accurate, empathic understanding, b. unconditional positive regards, dan c. genuineness or congruence.
                Terapis dalam teknik terapi ini 75% perkataannya berupa respon yang mengkonfirmasi kembali perkataan klien, atau berupa refleksi perkataan dari klien. Terapis tidak memberikan pertanyaan, nasehat, bujukan, tawaran, atau kritikan. Hal ini dihindari karena akan memberikan kesan bahwa terapis tau hal-hal yang terbaik bagi diri klien. Kesimpulannya, bagaimanapun client centered therapy poin utamanya adalah membebankan segala tanggung jawab untuk progress terapi pada pundak klien dan tidak pada terapis.

2.       Terapi Gestalt   
                Menurut Frederick Perls, salah satu tokoh yang sangat dikenal dalam perkembangan psikologi Gestalt, realitas adalah sekarang, perilaku adalah sekarang, dan pengalaman adalah sekarang. Untuk mencari jawaban pada masa lalu adalah mencari solusi untuk sesuatu yang sudah tidak ada lagi. Terapi adalah sekarang dan harus berfokus dan mendorong klien untuk sadar akan masa sekarang. Kapasitas seseorang untuk tumbuh hanya dapat disadari dengan cara melawan apapun yang menghambat individu dengan kesadaran akan masa sekarang.
                Teknik-teknik pada terapi gestalt ini meliputi: a. Nonverbal behaviour, b. Dreams, c. Topdog-underdog, d. The defences, e. Responsibility, f. Gestalt games. perhatian terapi gestalt bukan hanya supaya individu mengembangkan kesadaran akan dirinya, tetapi juga hal-hal yang membuat dirinya “kalah”. Kesadaran ini dicapai melalui ekspresi dari apa yang individu rasakan sekarang terhadap kejadian demi kejadian dalam hidupnya. Apapun yang menghambat progress menuju regulasi diri yang lebih baik harus dirasakan juga pada saat sekarang, supaya dapat menjadi bagian dari kesadaran.

3.       Terapi Eksistensial
                Psikologi eksistensial menolak pandangan psikoanalisa mengenai mekanisme manusia. Sebaliknya, psikologi eksistensial menganggap manusia mencari arti dari kehidupan. Di zaman dimana manusia memiliki banyak masalah besar dan masyarakat pengguna teknologi yang berusaha menangani masalah keterasingan dengan lingkungan, eksistensialisme mendapatkan popularitas yang besar. Terapi psikologi eksistensial terlihat menjanjikan kembalinya arti kehidupan, kesadaran spiritual, dan pertumbuhan individu yang akan membawa kebebasan. Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk menolong individu untuk mencapai poin dimana kesadaran dan pembuatan keputusan dapat dilakukan secara bertanggung jawab.
                Seringkali pada terapi ini terapis akan mengkonfrontasi klien dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan mendorong klien untuk menganalisis alasan kegagalan dana pa arti hidupnya. Sebagai contoh, klien yang terus mengeluh mengenai pekerjaannya yang kurang menyenangkan akan dikonfrontasi oleh terapis dengan menanyakan mengapa klien tidak mencari pekerjaan baru atau bersekolah kembali untuk mendapatkan lebih banyak ilmu.

4.       Logotherapy
                Logotherapy  dikembangkan oleh Victor Frankl. Teknik ini mendorong klien untuk mencari arti sesungguhnya dari dunia yang kacau, kejam, dan tidak berarti. Ide untuk mengembangkan terapi ini didapatkan Frankl dari pengalamannya saat ditangkap oleh pasukan Nazi.
                Logotherapy merupakan terapi yang didesain untuk melengkapi terapi lain. Logotherapy berjuang untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan kewajiban klien, setelah arti hidup telah ditemukan. Frankl menanamkan anggapan bahwa tanggung jawab jauh lebih penting dari kehidupan seseorang di masa lalu. Logotherapy meliputi dua teknik yaitu: a. Paradoxical Intention, teknik populer dimana klien diminta untuk berusaha menampilkan perilaku atau respon yang merupakan objek dari kecemasan . b. de-reflection, instruksi kepada klien untuk mengabaikan gejala atau perilaku yang menimbulkan masalah

C.      PSIKOLOGI BEHAVIORISM

Berikut merupakan teknik-teknik terapi aliran psikologi behaviourism:
1.       Systematic Desensitization
        Pada dasarnya, systematic desensitization merupakan teknik untuk mengurangi kecemasan yang dikembangkan oleh Salter (1949) dan Wolpe (1958), yang dikembangkan berdasarkan reciprocal inhibition, yaitu prinsip bahwa individu tidak dapat relax dan cemas dalam satu waktu. Poin utamanya adalah untuk mengajari klien untuk relax lalu, saat mereka dalam keadaan relax, ditampilkan kepada mereka secara bertahap stimulus yang menyebabkan kecemasan, dari tahapan paling rendah hingga paling tinggi.
        Terapi ini biasanya dimulai dengan mengumpulkan riwayat masalah klien. Lalu kemudian, terapis menjelaskan masalah kepada klien. Selanjutnya, mulailah relaksasi dan tampilnya hierarki kecemasan. Saat hierarki stimulus kecemasan ditampilkan, dimulailah pula relaksasi. Teknik relaksasi yang digunakan adalah metode relaksasi Jacobson (1938). Hierarki kecemasan biasanya berisi 20-25 item dengan interval dari paling rendah ke paling ekstrim.

2.       Exposure Therapy
        Dasar Exposure Therapy adalag studi yang dilakukan oleh Masserman mengenai avoidance behaviour pada kucing. Penelitian Masserman meliputi mendorong perilaku neurotis pada kucing dibawah berbagai macam kondisi. Masserman menemukan bahwa avoidance behaviour pada kucing dapat dihilangkan bila kucing tersebut dipaksa untuk bertahan pada situasi yang sebelumnya mengagetkannya dan menimbulkan ketakutan.
        Pada Exposure Therapy, klien berhadapan dengan stimulus yang sebelumnya menakutkan dan dihindari. Eksposur dapat berupa objek atau situasi nyata (in vivo) atau fantasi (in imagino). Versi yang lebih baru dari test ini adalah klien diminta untuk membayangkan dirinya berhadapan dengan stimulus yang ditakuti, atau pada situasi yang dihindari dan menimbulkan kecemasan.

3.       Behavioral Rehearsal
        Teknik ini bertujuan untuk memperluas coping behaviors dan mempelajarinya melalui latihan sandiwara. Tahap satu dari teknik ini meliputi persiapan klien dengan cara menjelasakan kepada pasien perlunya menghasilkan perilaku baru, membuat pasien menerima behavioural rehearsal sebagai cara yang berguna, dan mengurangi kecemasan dari role-playing. Tahap kedua meliputi pemilihan situasi target. Pada poin ini, terapis akan menggambarkan hierarki dari role-playing. Sedangkan pada tahap ketiga, perilaku dilatihkan. Melalui hierarki yang telah direncanakan, klien memainkan peran yang telah ditentukan, terapis bertindak sebagai pelatih dan pemberi komentar dan masukan terhadap penampilan klien. Tahap akhirnya adalah pemanfaatan sesungguhnya dari keterampilan perilaku klien yang baru pada kehidupan nyata.

4.       Contingency Management
        Teknik ini merupakan variasi dari operant conditioning dari Skinner. Tujuannya adalah untuk mengontrol perilaku dengan memanipulasi konsekuensinya. Teknik ini biasanya digunakan untuk anak-anak dan remaja.
        Tahapan dari terapi ini meliputi: a. Shaping: perilaku yang diinginkan dikembangkan dengan memberikan reward terhadap perilaku apapun yang mendekati perilaku tersebut. Secara bertahap, melalui penguatan selektif, perilaku semakin mirip dengan yang diinginkan. b. Time-out: Perilaku tidak diinginkan dihilangkan dengan menyingkirkan klien sementara dari situasi yang memperkuat perilaku tersebut, c. Contingency contracting: Kesepakatan formal antara terapis dank lien, d. “Grandma’s rule”: Perilaku yang diinginkan diperkuat dengan memberikan individu hak istimewa.
        Variasi lain dari terapi ini adalah token economy. Token economy adalah terapi untuk memperkuat perilaku dengan memberikan penguatan berupa koin atau poin yang jika mencapai jumlah tertentu dapat ditukarkan dengan hak istimewa atau barang tertentu. Teknik ini dapat digunakan pada individu dewasa maupun muda yang mengalami keterbelakangan mental atau gangguan jiwa kronis.

5.       Aversion Therapy
        Aversion Therapy merupakan salah satu teknik terapi yang paling kontroversial. Sebenarnya ini bukan merupakan terapi tunggal namun merupakan rangkaian prosedur yang berbeda yang diaplikasikan pada perilaku yang dianggap tidak diinginkan. Aplikasi ini didasarkan pada prinsip sederhana bahwa biasanya saat respon diikuti oleh konsekuensi tidak mengenakkan (misalnya pukulan atau hukuman), akan perlahan-lahan menghilang.
        Agent Aversion Therapy yang paling sering digunakan adalah stimulasi obat dan kejutan listrik. Kejutan listrik sering digunakan untuk terapi alcoholism. Selain hal-hal tersebut, agen-agen lain adalah menahan nafas kllien, menyudut dengan rokok, menghadirkan bau tidak enak, dan dipermalukan.
        Pada tahun 1967, Cautela mengembangkan prosedur yang dinamakan covert sensitization yang menggunakan hukuman berupa imajinasi daripada hukuman nyata.


SUMBER: Prinstein, M. J., & Trull, T. J. (2013). Clinical psychology eighth edition. California: Cengage Learning



Sunday, November 27, 2016

Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional


1.       Contoh Kepemimpinan Transformasional
James McGregor Burns, dalam bukunya yang berjudul “Leadership”, mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup dua unsur yang bersifat hakiki, yaitu “relasional” dan “berurusan dengan perubahan riil”. Kepemimpinan transformasional terjadi ketika seorang (atau lebih) berhubungan dengan orang-orang lain sedemikian rupa sehingga para pemimpin dan pengikut saling mengangkat diri untuk sampai kepada tingkat-tingkat motivasi dan moralitas yang lebih tinggi.

Berdasarkan penjelasan mengenai kepemimpinan transformasional diatas, contoh pemimpin di Indonesia yang saya rasa memiliki sifat kepemimpinan transformasional adalah presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi-kontribusi Ir. Soekarno khususnya pada saat berjuang meraih kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno dikenal sebagai sosok yang sangat berani dan sanggup memotivasi masyarakat khususnya para pemuda melalui pidato-pidatonya yang terkenal dapat membakar semangat para pendengarnya. Kutipan pidato Soekarno yang sangat terkenal adalah, “Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia.” Berkat kepemimpinan Ir. Soekarno, banyak lahir pemimpin-pemimpin muda lain di daerah-daerah yang terinspirasi oleh semangat beliau. Menjelang tercapainya kemerdekaan, para pemuda dan para pejuang tua bersatu untuk mengatur strategi. Semangat yang sangat besar dari berbagai kalangan tersebut yang merupakan hasil dari gaya kepemimpinan transformasional Ir. Soekarno yang mampu membangun semangat dan melahirkan jiwa-jiwa pemimpin baru dalam diri seseorang. Hal ini pun mendorong perubahan riil,  yaitu rakyat Indonesia di berbagai daerah yang tadinya terpecah belah dapat bersatu dan mencapai kemerdekaan.

2.       Contoh Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional ini terwujud ketika para pemimpin dan para pengikut (konstituen) berada dalam sejenis hubungan pertukaran (exchange relationship) satu sama lain agar kebutuhan masing-masing pihak dipenuhi. Jadi, semacam “barter” (tukar-menukar). “Pertukaran” ini dapat berupa pertukaran yang bersifat ekonomis, politis atau psikologis, dan contoh-contohnya dapat mencakup “menukar” tenaga kerja yang disumbangsihkan dengan imbalan bayaran upah, memberi suara untuk memperoleh political favors.

Berdasarkan pengertian diatas, banyak pemimpin di Indonesia yang memiliki karakter kepemimpinan transaksional. Diantaranya adalah kepemimpinan Presiden Soeharto. Selama masa orde baru Golkar berhasil menjadi kekuatan politik di Indonesia. Dalam fenomena ini dapat dilihat bahwa Soeharto merupakan pilar utama kekuatan Golkar pada saat itu, ditambah birokrasi dan ABRI, terbukti dalam kemenangan Golkar yang selalu tampil menjadi mayoritas tunggal dalam pemilu dan dalam parlemen pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Selama berpuluh-puluh tahun berkuasa, Golkar menduduki jabatan-jabatan penting mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif termasuk hingga sampai kepada lembaga-lembaga struktur di daerah-daerah. Hal ini sangat wajar karena Golkar sebagai partai hegemoni dan setiap pemilihan di masa Orde Baru Golkar selalu menjadi partai pemenang dalam Pemilihan Umum. 

Bukanlah rahasia lagi bahwa struktur lembaga pemerintahan Golkar ini tidak terpisahkan dari birokrasi ABRI. Kehadiran Golkar ataupun apparat militer di dalam kelembagaan pemerintah merupakan hasil dari pilihan rakyat, namun demikian pilihan tersebut merupakan suatu pilihan yang sebenarnya sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah yang berkuasa, sehingga partai Golkar lah yang selalu menang. Banyak yang berpendapat bahwa kerap kali terjadi tindak kekerasan politik dengan actor utama militer yang membuat Golkar selalu sukses menang dalam pemilu. Penggunaan kekerasan militer pada masa orde baru ini dijadikan “prosedur tetap” untuk mengendalikan dan memobilisasi masa pemilih guna memenangkan Golkar. Sebagai imbalan karena telah memastikan Golkar terus menang dalam pemilu, pihak ABRI pada masa pemerintahan orde baru  diikutsertakan dalam sebagaian besar struktur pemerintahan, tidak hanya dalam hal pertahanan dan keamanan saja. Hal ini dapat kita lihat dalam struktur-struktur lembaga-lemabaga pemerintahan daerah yang didalamnya masih di dominasi oleh orang-orang dari partai Golkar dan aparat militer (Mulai dari DPRD, kepala daerah, wakil hingga sekretaris daerah). Akibatnya, lembaga-lembaga negara lain khususnya di daerah selalu bergantung kepada keputusan pusat dan pelaksanaannya tidak jauh-jauh dari pemerintah pusat, dengan kata lain pemerintahan negara yang lain selain pusat tidak terlalu memiliki fungsi yang signifikan.


Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa pada beberapa keputusan, Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan transaksional. Dengan bantuan dan perlindungan ABRI, Partai Golkar yang dipimpinnya dapat terus memenangkan pemilu untuk kurun waktu yang tidak sebentar, dan sebagai gantinya ABRI diberikan kedudukan yang luas dan cukup signifikan dalam pemerintahan orde baru. 

Sumber:
Hartanto, F.M. (2009). Paradigma baru manajemen Indonesia menciptakan nilai dengan bertumpu pada kebajikan dan potensi insani. Bandung: PT Mizan Pustaka

Fannanie, Z. (1999). Perlawanan rakyat terhadap hegemoni kekuasaan: dari putihisasi sampai reformasi kekuasaan. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Kepemimpinan


A.      Definisi Kepemimpinan
Menurut Harold Knootz dan Cyrill O’ Donnelle (1976) kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan
Selanjutnya, menurut Paul Hershey dan Kenneth H. Blanchard (1982) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Selain itu, menurut Gary Yukl kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses  memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi individu dalam suatu organisasi atau kelompok untuk memahami dan menyelesaikan tugas secara efektif demi mencapai tujuan bersama.

B.      Tipe-tipe kepemimpinan
1.       Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

2.       Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b.      Mereka bersikap terlalu melindungi.
c.       Mereka  jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
d.      Mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.
e.      Mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri
f.        Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.       
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.

3.       Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
a.              Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana
b.             Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
c.              Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan
d.             Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya
e.             Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya
f.               Komunikasi hanya berlangsung searah.

4.       Tipe Kepemimpinan Otokratis (Authoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
a.       Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi
b.      Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal
c.       Berambisi untuk merajai situasi
d.      Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri
e.      Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan
f.        Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi
g.       Adanya sikap eksklusivisme
h.      Selalu ingin berkuasa secara absolut
i.        Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku
j.        Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

5.       Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

6.       Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

7.       Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8.       Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

C.      Syarat- syarat kepemimpinan

1.       James A. Lee mengemukakan syarat syarat pemimpin, sebagai berikut :
a.       Kapasitas : kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara (verbal facility), keaslian, kemampuan menilai.
b.      Prestasi (achievement) : gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga dan atletik dan lain-lain.
c.       Tanggung jawab : Mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percara diri, agresif dan punya hasrat untuk unggul.
d.      Partisipasi : aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka bekerjasama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor.
e.     Status : Meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.

2.       Syarat syarat Pemimpin yang harus dimiliki menurut Earl Nigtingale dan Whitt Schult, yaitu :
a.       Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri (individu-alism).
b.      Besar rasa ingin tahu dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda (Curious).
c.       Multi-terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.
d.      Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan.
e.      Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna.
f.       Mudah menyesuaikan diri, adaptasinya tinggi.
g.      Sabar namun ulet, serta tidak “mandek” berhenti.
h.      Waspada, peka, jujur, optimistis, berani, gigih, ulet realistis.
i.         Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato.
j.        Berjiwa wiraswasta.
k.       Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat, serta berani mengambil resiko.
l.        Tajam firasatnya, tajam dan adil pertimbangannya.
m.    Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan
n.      Memiliki motivasi tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai, dibimbing oleh idealisme tinggi.
o.      Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi dan daya inovasi.

Sumber:
Mulyana, D. (2005). Komunikasi efektif : suatu pendekatan lintas budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

“Tipe-tipe kepemimpinan”. 31 Agustus 2010. http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/


Soekarso & Putong, I.  (2015) .Kepemimpinan kajian teoritis dan praktis. Buku&Artikel karya Iskandar Putong

Saturday, October 15, 2016

Komunikasi dan Peran Psikologi Manajemen dalam Organisasi



A. Definisi Komunikasi 

      Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses di mana seseorang individu atau komunikator mengoperkan stimulan biasanya dengan lambang-lambang (verbal maupun non-verbal) untuk mengubah tingkah laku.
     Sedangkan komunikasi menurut Theodorson dan Theodorson adalah penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi dari seseorang kepada orang  lain terutama melalui simbol-simbol.
     Selanjutnya, komunikasi adalah proses sosial, dalam arti pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan.
    Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah salah satu proses sosial dimana individu memberikan informasi yang berupa emosi, sikap, dan ide-ide kepada individu lain biasaanta dengan lambang-lambang baik verbal maupun non-verbal.
       
B. Dimensi- dimensi Komunikasi

       Komunikasi sebagai proses sosial  tentu saja terdiri dari berbagai macam dimensi diantaranya:

1.  Isi
Dimensi isi mengacu kepada apa yang ada dalam komunikas tersebut dan apa yang di sampaikan, dengan kata lain dimensi isi merupakan isi dari komunikasi tersebut yang ingin di sampaikan oleh komunikator. Tanpa adanya dimensi ini komunikasi tentu tidak dapat berjalan karena tidak ada hal yang ingin di komunikasikan.

2.  Kebisingan:
Dimensi kebisingan didefinisikan sebagai tinggi rendahnya dan keras pelannya suara yang diakibatkan oleh terjadinya komunikasi. Singkatnya, dimensi kebisingan adalah gaduhnya suara yang dikarenakan oleh berjalannya komunikasi.

3. Jaringan:
Dimensi jaringan didefinisikan sebagai seberapa luas komunikasi yang terjadi dan berapa orang yang dijangkau dalam komunikasi tersebut diantaranya adalah pada komunikasi yang bergantung pada sinyal.

4.  Arah:
Dimensi arah menggambarkan bagaimana arah dan jumlah orang yang terlibat dalam sebuah komunikasi. Sebagai contoh komunikasi dua arah adalah komunikasi yang melibatkan interaksi dua orang yang saling menjawab dan bertukar informasi.

C. Peran psikologi manajemen dalam suatu organisasi

Selanjutnya, akan dibahas mengenai peran psikologi manajemen dalam suatu organisasi.

     Psikologi manajemen sendiri merupakan cabang ilmu yang mempelajari mengenai penerapan ilmu mengenai perilaku manusia yang diterapkan dalam rangka melancarkan pengaturan, perencanaan, penggolongan, dan pengontrolan suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dengan begitu ilmu perilaku manusia tersebut sejatinya diterapkan kepada sumber daya manusia yang melakukan kegiatan organisasi tersebut sehingga kegiatan tersebut menjadi lebih lancar. Lalu, apakah peran psikologi manajemen dalam suatu organisasi?               

    Dilihat dari pengertiannya saja, tentu dapat tergambar bahwa peran psikologi manajemen pada suatu organisasi sangat besar. Karena organisasi pada umumnya diperuntukkan dan dikendalikan oleh manusia, maka sangat penting mempelajari perilaku manusia itu sendiri. Misalnya saja organisasi yang bergerak di bidang produksi dan konsumsi, dalam hal marketing, psikologi manajemen sangat membantu dalam mengajarkan mengenai macam-macam tipe konsumen dan kebutuhan-kebutuhannya. Tipe konsumen yang berbeda tentu memiliki kebutuhan yang berbeda. Selain itu, dalam hal sales, psikologi manajemen mengajarkan macam-macam cara komunikasi yang dapat menarik konsumen untuk membeli suatu barang. Itu hanya contoh kecilnya, selain itu psikologi manajemen berperan dalam hal promosi, perekrutan, penseleksian, produksi, pelatihan dll.

       Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikologi manajemen memiliki peran yang besar dalam suatu organisasi. Ilmu psikologi manajemen memperlancar kerja setiap sistem dan bagian organisasi sehingga tujuan organisasi lebih mudah untuk di capai.



Sumber:
Effendy,O. (1994). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya
Suprapto, T. (2009). Pengantar teori dan manajemen komunikasi. Jakarta: PT. Buku Kita

Turner, L, Richard, W. (2008). Pengantar teori komunikasi: analisis dan teori edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika