Sunday, November 27, 2016

Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional


1.       Contoh Kepemimpinan Transformasional
James McGregor Burns, dalam bukunya yang berjudul “Leadership”, mengungkapkan bahwa kepemimpinan transformasional mencakup dua unsur yang bersifat hakiki, yaitu “relasional” dan “berurusan dengan perubahan riil”. Kepemimpinan transformasional terjadi ketika seorang (atau lebih) berhubungan dengan orang-orang lain sedemikian rupa sehingga para pemimpin dan pengikut saling mengangkat diri untuk sampai kepada tingkat-tingkat motivasi dan moralitas yang lebih tinggi.

Berdasarkan penjelasan mengenai kepemimpinan transformasional diatas, contoh pemimpin di Indonesia yang saya rasa memiliki sifat kepemimpinan transformasional adalah presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi-kontribusi Ir. Soekarno khususnya pada saat berjuang meraih kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno dikenal sebagai sosok yang sangat berani dan sanggup memotivasi masyarakat khususnya para pemuda melalui pidato-pidatonya yang terkenal dapat membakar semangat para pendengarnya. Kutipan pidato Soekarno yang sangat terkenal adalah, “Berikan aku 1000 orang tua maka akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia.” Berkat kepemimpinan Ir. Soekarno, banyak lahir pemimpin-pemimpin muda lain di daerah-daerah yang terinspirasi oleh semangat beliau. Menjelang tercapainya kemerdekaan, para pemuda dan para pejuang tua bersatu untuk mengatur strategi. Semangat yang sangat besar dari berbagai kalangan tersebut yang merupakan hasil dari gaya kepemimpinan transformasional Ir. Soekarno yang mampu membangun semangat dan melahirkan jiwa-jiwa pemimpin baru dalam diri seseorang. Hal ini pun mendorong perubahan riil,  yaitu rakyat Indonesia di berbagai daerah yang tadinya terpecah belah dapat bersatu dan mencapai kemerdekaan.

2.       Contoh Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional ini terwujud ketika para pemimpin dan para pengikut (konstituen) berada dalam sejenis hubungan pertukaran (exchange relationship) satu sama lain agar kebutuhan masing-masing pihak dipenuhi. Jadi, semacam “barter” (tukar-menukar). “Pertukaran” ini dapat berupa pertukaran yang bersifat ekonomis, politis atau psikologis, dan contoh-contohnya dapat mencakup “menukar” tenaga kerja yang disumbangsihkan dengan imbalan bayaran upah, memberi suara untuk memperoleh political favors.

Berdasarkan pengertian diatas, banyak pemimpin di Indonesia yang memiliki karakter kepemimpinan transaksional. Diantaranya adalah kepemimpinan Presiden Soeharto. Selama masa orde baru Golkar berhasil menjadi kekuatan politik di Indonesia. Dalam fenomena ini dapat dilihat bahwa Soeharto merupakan pilar utama kekuatan Golkar pada saat itu, ditambah birokrasi dan ABRI, terbukti dalam kemenangan Golkar yang selalu tampil menjadi mayoritas tunggal dalam pemilu dan dalam parlemen pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Selama berpuluh-puluh tahun berkuasa, Golkar menduduki jabatan-jabatan penting mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif termasuk hingga sampai kepada lembaga-lembaga struktur di daerah-daerah. Hal ini sangat wajar karena Golkar sebagai partai hegemoni dan setiap pemilihan di masa Orde Baru Golkar selalu menjadi partai pemenang dalam Pemilihan Umum. 

Bukanlah rahasia lagi bahwa struktur lembaga pemerintahan Golkar ini tidak terpisahkan dari birokrasi ABRI. Kehadiran Golkar ataupun apparat militer di dalam kelembagaan pemerintah merupakan hasil dari pilihan rakyat, namun demikian pilihan tersebut merupakan suatu pilihan yang sebenarnya sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah yang berkuasa, sehingga partai Golkar lah yang selalu menang. Banyak yang berpendapat bahwa kerap kali terjadi tindak kekerasan politik dengan actor utama militer yang membuat Golkar selalu sukses menang dalam pemilu. Penggunaan kekerasan militer pada masa orde baru ini dijadikan “prosedur tetap” untuk mengendalikan dan memobilisasi masa pemilih guna memenangkan Golkar. Sebagai imbalan karena telah memastikan Golkar terus menang dalam pemilu, pihak ABRI pada masa pemerintahan orde baru  diikutsertakan dalam sebagaian besar struktur pemerintahan, tidak hanya dalam hal pertahanan dan keamanan saja. Hal ini dapat kita lihat dalam struktur-struktur lembaga-lemabaga pemerintahan daerah yang didalamnya masih di dominasi oleh orang-orang dari partai Golkar dan aparat militer (Mulai dari DPRD, kepala daerah, wakil hingga sekretaris daerah). Akibatnya, lembaga-lembaga negara lain khususnya di daerah selalu bergantung kepada keputusan pusat dan pelaksanaannya tidak jauh-jauh dari pemerintah pusat, dengan kata lain pemerintahan negara yang lain selain pusat tidak terlalu memiliki fungsi yang signifikan.


Berdasarkan penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa pada beberapa keputusan, Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan transaksional. Dengan bantuan dan perlindungan ABRI, Partai Golkar yang dipimpinnya dapat terus memenangkan pemilu untuk kurun waktu yang tidak sebentar, dan sebagai gantinya ABRI diberikan kedudukan yang luas dan cukup signifikan dalam pemerintahan orde baru. 

Sumber:
Hartanto, F.M. (2009). Paradigma baru manajemen Indonesia menciptakan nilai dengan bertumpu pada kebajikan dan potensi insani. Bandung: PT Mizan Pustaka

Fannanie, Z. (1999). Perlawanan rakyat terhadap hegemoni kekuasaan: dari putihisasi sampai reformasi kekuasaan. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Kepemimpinan


A.      Definisi Kepemimpinan
Menurut Harold Knootz dan Cyrill O’ Donnelle (1976) kepemimpinan adalah seni membujuk bawahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan semangat keyakinan
Selanjutnya, menurut Paul Hershey dan Kenneth H. Blanchard (1982) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Selain itu, menurut Gary Yukl kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses  memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi individu dalam suatu organisasi atau kelompok untuk memahami dan menyelesaikan tugas secara efektif demi mencapai tujuan bersama.

B.      Tipe-tipe kepemimpinan
1.       Tipe Kepemimpinan Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

2.       Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b.      Mereka bersikap terlalu melindungi.
c.       Mereka  jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri.
d.      Mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif.
e.      Mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri
f.        Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.       
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.

3.       Tipe Kepemimpinan Militeristik
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
a.              Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana
b.             Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
c.              Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan
d.             Menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya
e.             Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya
f.               Komunikasi hanya berlangsung searah.

4.       Tipe Kepemimpinan Otokratis (Authoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
a.       Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi
b.      Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal
c.       Berambisi untuk merajai situasi
d.      Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri
e.      Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan
f.        Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi
g.       Adanya sikap eksklusivisme
h.      Selalu ingin berkuasa secara absolut
i.        Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku
j.        Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

5.       Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

6.       Tipe Kepemimpinan Populistis
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

7.       Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8.       Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

C.      Syarat- syarat kepemimpinan

1.       James A. Lee mengemukakan syarat syarat pemimpin, sebagai berikut :
a.       Kapasitas : kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara (verbal facility), keaslian, kemampuan menilai.
b.      Prestasi (achievement) : gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga dan atletik dan lain-lain.
c.       Tanggung jawab : Mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percara diri, agresif dan punya hasrat untuk unggul.
d.      Partisipasi : aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka bekerjasama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor.
e.     Status : Meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar.

2.       Syarat syarat Pemimpin yang harus dimiliki menurut Earl Nigtingale dan Whitt Schult, yaitu :
a.       Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri (individu-alism).
b.      Besar rasa ingin tahu dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda (Curious).
c.       Multi-terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.
d.      Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan.
e.      Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna.
f.       Mudah menyesuaikan diri, adaptasinya tinggi.
g.      Sabar namun ulet, serta tidak “mandek” berhenti.
h.      Waspada, peka, jujur, optimistis, berani, gigih, ulet realistis.
i.         Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato.
j.        Berjiwa wiraswasta.
k.       Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan suka menerima tugas yang berat, serta berani mengambil resiko.
l.        Tajam firasatnya, tajam dan adil pertimbangannya.
m.    Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan
n.      Memiliki motivasi tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai, dibimbing oleh idealisme tinggi.
o.      Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi dan daya inovasi.

Sumber:
Mulyana, D. (2005). Komunikasi efektif : suatu pendekatan lintas budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

“Tipe-tipe kepemimpinan”. 31 Agustus 2010. http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/


Soekarso & Putong, I.  (2015) .Kepemimpinan kajian teoritis dan praktis. Buku&Artikel karya Iskandar Putong